Halaman

Rabu, 30 Mei 2012

UPAYA DAN DILEMA PELESTARIAN PENYU PALOH

Upaya menahan ancaman kepunahan penyu di Pantai Paloh, Sambas tidak mudah. Siapa saja yang melakukan upaya pelestarian satwa itu akan berbenturan dengan penjarah. Kurang lagi ancaman dan intimidasi, surat kaleng pun sering diterima.HENDY ERWINDI, Paloh, Sambas
Hanya suara ombak yang jelas terdengar di Tanjung Api, Pantai Paloh Sabtu (26/5) tengah malam. Dari kejauhan suara ranting yang patah diikuti hamburan pasir terdengar pelan. Ketika didekati baru suara itu kian jelas di telinga. Dari arah suara hingga batas ombak di pantai ada jejak seperti rel kereta api, lebarnya sekitar setengah meter. “Itu jejak penyu. Dari suaranya dia (penyu) tengah membersihkan lokasi bertelur. Masih dua jam lagi baru mulai bertelur,” kata Koordinator Site Paloh WW Indonesia, Dwi Suprapti.

Perkiraan Dwi tidak jauh meleset, setelah dua jam suara hamburan pasir yang bertemu dengan dedaunan kering itu tidak terdengar lagi. Kembali suara ombak yang terdengar di pantai tersebut. Setelah didekati, benar saja seekor penyu hijau (chelonia mydas) yang panjangnya 100 centimeter dengan lebar 94 centimeter tengah mengeluarkan telurnya.
Satu persatu telur sebesar bola ping pong jatuh ke lobang yang telah digali penyu itu. “Usianya ini dipastikan lebih dari 30 tahun,” jelas Dwi. “Setelah bertelur ada jeda sekitar satu jam lagi baru dia kembali ke laut. Setiap selesai bertelur penyu akan berputar-putar membuat jejak dan lubang kamuflase. Tujuannya untuk mengelabui predator dan mungkin juga penjarah,” tambahnya.
Tiga tahun melakukan pemetaan, penelitian dan kampanye tentang pelestarian penyu di Paloh membuat Dwi kenal dengan tingkah laku satwa itu. Namun pengalamannya tidak hanya dengan penyu tetapi juga lingkungan sekitar termasuk penjarah. Dua bulan lalu misalnya, Dwi didatangi enam orang yang memintanya meninggalkan Paloh. Jika tidak mau meninggalkan Paloh mereka akan memaksa dokter hewan lulusan Universitas Udayana itu pergi. “Mereka datang ke kantor dengan nada bicara tinggi,” ucap Dwi bercerita.
Selain ancaman langsung, Dwi juga pernah menerima surat kaleng, bahkan empat kali. Anehnya surat tanpa nama dan alamat pengirim itu tidak dikirim ke tempatnya bertugas di Paloh. Tetapi di kediaman orang tuanya di Singkawang dan di rumahnya di Pontianak.
Terakhir sekitar tiga bulan lalu surat kaleng itu disampaikan petugas pos di rumah orang tuanya di Singkawang. Memang tidak ada kata-kata ancaman dalam surat itu, tetapi Dwi mengaku cukup terusik. “Seorang perempuan, dokter hewan mengapa berani ke Paloh hanya untuk melestarikan penyu. Kira-kira seperti itu bunyi surat yang terakhir,” katanya menirukan isi surat tersebut.
 

Surat kaleng tersebut cukup membuat Dwi berpikir. Yang dipikirkannya, pengirim tahu dua alamatnya di tempat berbeda, di Singkawang dan Pontianak. Mengapa tidak dikirim saja alamat kantornya di Paloh ? “Walau terusik tapi saya tidak ingin menguras pikiran hanya untuk surat kaleng itu,” tuturnya. Dwi menegaskan keberadaannya di Paloh hanya untuk penelitian, pemetaan dan konservasi penyu. Namun penjarah dan sebagian warga menganggap dia dan WWF melarang mengambil telur penyu.
Masyarakat tidak tahu yang sesungguhnya melarang perdagangan telur penyu adalah pemerintah dengan peraturan perundang-undangan. “Kami tidak memiliki kewenangan menangkap apalagi menindak pelaku pencurian telur penyu. Itu wewenang aparat keamanan dengan dasar Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,” jelasnya.
Kapolsek Paloh AKP Laelan Sukur mengatakan, belum pernah ada laporan tentang pencurian telur penyu di wilayah kerjanya. Setiap pelanggaran seperti pencurian telur penyu, kata dia, harus ada pembuktian untuk penindakan lebih lanjut. “Kalau pencuri tertangkap tangan oleh masyarakat harus dibuktikan dulu baru bisa ditindak,” ujarnya.
 

Menurut Laelan, saat ini semakin banyak masyarakat yang tahu tentang larangan pencurian dan perdagangan telur penyu. Apalagi sudah ada kelompok masyarakat yang mengawasi serta turut melestarikan satwa itu. “Masyarakat sudah bagus, WWF juga sudah menyosialisasikan aturan dan keberadaannya di Paloh,” ungkapnya.
 

Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas Sukari mengatakan, pelestarian telur penyu sebetulnya dapat disinergiskan dengan pariwisata. Sektor itu akan menjadi penghasilan alternatif jika alasan sebagian warga mencuri telur penyu selama ini karena ekonomi
. Pantai Paloh yang indah serta menjadi lokasi penyu bertelur menjadi daya tarik wisata. “Di Paloh kami sudah membentuk kelompok sadar wisata. Jika ini berkembang harapannya warga tidak lagi menyandarkan diri pada telur penyu,” harapnya. Namun Sukari menganggap telur penyu sebagai sumber daya alam terbarukan. Menurutnya bukan tidak boleh sama sekali masyarakat memanfaatkan telur penyu. “Bukan tidak boleh sama sekali, masih ada yang bisa dimanfaatkan. Bagaimana kalau kita kompromistis,” ucapnya.

Sumber :Pontianak Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar